PENENTUAN DAERAH RAWAN GEMPABUMI PADA KABUPATEN KEPAHIANG BERDASARKAN ZONASI GETARAN TANAH MAKSIMUM MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS (PSHA)
Abstrak
Secara Astronomis, wilayah Kabupaten Kepahiang
membentang dari 101º 55’ 19’’ sampai dengan 103º 01’ 29’’ Bujur Timur dan 02º
43’ 07’’ sampai dengan 03º 46’ 48’’ Lintang Selatan. Ditinjau dari aspek
kegempaan, letak wilayah kabupaten Kepahiang dilewati oleh salah satu segmen
lokal dari sistem sesar besar Sumatera, yakni segmen lokal Musi. Implikasi dari
keberadaan segmen Musi menjadikan beberapa bagian kecamatan di wilayah
kabupaten Kepahiang rawan terhadap bencana gempabumi. Penentuan daerah rawan
gempabumi tersebut bisa menggunakan metode perhitungan percepatan tanah
maksimum atau Peak Ground Acceleration
(PGA) seperti yang telah dilakukan oleh Hadi dan Brotopuspito pada tahun 2015. Hasil
dari penelitian tersebut, wilayah dengan nilai PGA paling tinggi adalah pada
kecamatan Seberang Musi, serta sebagian wilayah Kecamatan Kepahiang, dan bagian
kecil di sebelah Barat Daya kecamatan Tebat Karai. Nilai percepatan Tanah
Maksimum pada wilayah Seberang Musi mencapai 0,8 g; sedangkan pada Kepahiang
kota dan Barat Daya Tebat Karai berkisar antara 0,7-0,75 g. Sedangkan pada
wilayah Bermani Ilir dan Ujan Mas berkisar antara 0,4 – 0,6 g. Daerah yang
paling berpotensi mengalami kerusakan akibat goncangan gempabumi adalah
kecamatan Seberang Musi, kecamatan Kepahiang, dan kecamatan Tebat Karai. Ke
tiga daerah tersebut tergolong dalam zona merah bencana gempabumi dan paling
berpotensi destruktif. Sebaliknya, daerah yang paling aman terhadap ancaman
gempabumi adalah kecamatan Muara kemumu, bagian Timur kecamatan Merigi, bagian
Utara kecamatan Bermani Ilir, dan kecamatan Kabawetan.
PENDAHULUAN
Ditinjau dari aspek seismisitas, pulau Sumatera
tergolong rentan terhadap bencana gempabumi. Berdasarkan hasil riset terdahulu
terhadap kondisi geologi Pulau Sumatera, telah diketahui suatu sistem patahan
besar yang terbagi menjadi 20 segmen, yang juga telah menjadi generator utama
kejadian gempabumi darat di pulau Sumatera. Sistem patahan tersebut dikenal
sebagai Sesar Sumatera (Sumateran Fault)
dan mulai diketahui keberadannya sejak tahun 1960-an. Sesar Sumatera telah
banyak menjadi pemicu gempabumi dengan Magnitudo M ≥7 namun tidak didokumentasi
dengan baik karena banyak terjadi pada skala waktu lebih dari ½ abad yang lalu.
(Sieh dan Natawidjaja, 2000)
Secara astronomis wilayah Kabupaten Kepahiang
terletak pada posisi 101º 55’ 19’’ sampai dengan 103º 01’ 29’’ Bujur Timur dan
02º 43’ 07’’ sampai dengan 03º 46’ 48’’ Lintang Selatan. Dalam pembahasan mengenai
aspek kegempaan, wilayah Bengkulu dilewati 3 dari 20 segmen utama pembentuk
sistem sesar besar Sumatera.
Ketiga segmen yang melewati wilayah Provinsi
Bengkulu adalah segmen Manna dengan
koordinat 4.35°S ~ 3.8°S atau 4 20'
60" LS - 3 47'60" LS; segmen
Musi dengan koordinat 3.65°S ~ 3.25°S
atau 3 38'60" LS - 3 15'0" LS; dan segmen Ketaun dengan koordinat
3.35°S ~ 2.75°S atau 3 21'0" - 2 45'0" LS. (Natawidjadja, 2007).
Keberadaan segmen sesar Musi menjadikan Kepahiang
sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap gempabumi
darat.
Setelah melek terhadap potensi bencana gempabumi,
ada baiknya pemahaman tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menata lokasi hunian dan pembangunan infrastruktur strategis yang sebaiknya
aman dari goncangan gempabumi. Ada begitu banyak aspek yang jadi pusat perhatian
dan dasar pertimbangan. Salah satu dasar pertimbangan yakni peta yang
menggambarkan tingkat kerawanan terhadap goncangan gempabumi atau peta
percepatan getaran tanah maksimum (Hadi,2015).
Semua lapisan masyarakat dan warga yang berdiam di
wilayah Kepahiang harus paham dan sadar bahwa dirinya sedang berpijak di atas
zona gempabumi. Selain itu, perlu adanya suatu riset mengenai probabilitas
dampak goncangan gempa dan getaran tanah saat gempa terhadap bangunan dengan
asumsi usia bangunan sekian tahun. Salah satu riset, misalnya mengenai zonasi
percepatan getaran tanah maksimum.
METODE
Metode PSHA secara umum bertujuan untuk menentukan
parameter getaran tanah (ground motion)
dan periode ulang (return period)
getaran tanah maksimum tersebut. Kalkulasi PSHA sangat membantu dalam penentuan
kebijakan (decission making) khususnya yang berkaitan dengan zona kegempaan
(Wang, 2006).
Percepatan getaran tanah maksimum adalah nilai
percepatan getaran tanah yang terbesar yang pernah terjadi di suatu tempat yang
diakibatkan oleh gempabumi.
Pemetaan percepatan getaran tanah maksimum bisa
menjadi suatu pedoman atau acuan dalam penyusunan rencana tata ruang dan
wilayah (RTRW). Selain itu, bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
penempatan bangunan pemukiman dan bangunan vital lainnya yang seharusnya pada
daerah dengan nilai percepatan getaran tanah yang tidak tinggi.
Pada tahun 2015, dua orang peneliti yakni Arif Ismul Hadi
dari Universitas Bengkulu bersama rekannya Kirbani Sri Brotopuspito dari Universitas
Gadjah Mada melakukan riset mengenai pemetaan percepatan getaran tanah maksimum
pada wilayah kabupaten Kepahiang. Riset tersebut menggunakan pendekatan Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)
yakni berdasarkan estimasi tingkat kejadian yang diharapkan.
Menurut Baker (2008), metode PSHA secara keseluruhan
terdiri dari 5 tahapan. Kalkulasinya memerlukan 3 data utama yang berkaitan
dengan kejadian gempabumi di wilayah penelitian. Tahapan dengan metode PSHA
yakni :
ü Identifikasi sumber gempabumi (Earthquake sources)
ü Identifikasi magnitudo gempabumi (Earthquake magnitudes)
ü Identifikasi jarak sumber gempabumi (Earthquake distances)
ü Penentuan intensitas getaran tanah (ground motion)
ü Kombinasi semua informasi
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dalam risetnya, Arif Hadi (2015) menentukan berapa
besar kekuatan maksimal di setiap sumber gempa atau setiap segmen, kapan gempa
yang terakhir dan berapa lama periode atau frekuensi alamiah dari kejadian
gempa pada daerah Kepahiang dengan mengacu pada katalog gempa milik Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); International Seismological Centre (ISC); dan United States’ Geological Surveys (USGS).
Penelitian tentang percepatan tanah maksimum bisa
menggunakan beberapa macam model sumber gempa, semisal untuk wilayah penelitian
pada pulau Sumatera bisa menggunakan model sumber gempa subduksi, model sumber
gempa sesar, dan model sumber gempa background.
Data gempa dalam kurun waktu tahun 2008-2014
diperoleh dari BMKG , data gempa tahun 1914-1972 diperoleh dari ICS, dan 1973 – 2014 diperoleh dari USGS. Luasan
wilayah yang diteliti berdasarkan ketersediaan data katalog gempabumi adalah
pada cakupan 9° LS – 1° LU dan 98° BT – 109° BT. Skala magnitudo minimal yang
digunakan adalah Mw ≥ 5 dengan kedalaman 0 – 50 km (gempa dangkal) dan
kedalaman 50 – 300 km (gempa menengah), dengan asumsi bahwa kejadian gempa di
bawah 300 km (gempa dalam) tidak memberikan kontribusi dalam analisis PSHA.
(Hadi, 2015)
Kemudian data magnitudo gempabumi dikonversi agar
seragam untuk riset. Magnitudo yang beragam tersebut semuanya dikonversi
menjadi magnitudo momen (Mw). Data gempa tersebut juga disortir menggunakan software Zmap untuk memisahkan gempa
utama (main shocks) dari gempa ikutan
(foreshocks dan aftershocks)
Berdasarkan berbagai riset tentang perecepatan tanah
maksimum pada wilayah sekitar sesar Sumatera, nilai percepatan getaran tanah maksimumnya
adalah adalah 0,5 – 0,6 g
(Irsyam,dkk.2010), 0,5 – 1 g (Petersen,dkk.2004) dan 0,4 – 0,7 g (Irsyam,dkk.2008) , dan 0,5 –
1,2 g (Hadi, 2015)
Berbagai riset tersebut masih secara umum dengan
objek penelitian berupa sesar Sumatera secara keseluruhan. Untuk melihat kajian
pada wilayah lokal semisal khusus pada wilayah Kabupaten Kepahiang, kita bisa
mengacu pada hasil penelitian Hadi dan Brotopuspito (2015).
Hasil analisis seismic
hazard di daerah Kabupaten Kepahiang
menunjukkan bahwa nilai percepatan getaran tanah maksimum yang tinggi terletak
pada wilayah yang berada dekat dengan daerah patahan (sesar). Hal tersebut
nampak berpola pada kontur peta percepatan getaran tanah maksimum hasil riset
Arief Hadi (2015)
Secara keseluruhan, pada luasan kabupaten Kepahiang,
nilai percepatan getaran tanah maksimum dari pengaruh semua sumber gempa dengan
probabilitas terlampaui 10% adalah 0,15 – 0,8 g . Wilayah dengan nilai paling
tinggi adalah pada kecamatan Seberang Musi, serta sebagian wilayah Kecamatan
Kepahiang, dan bagian kecil di sebelah Barat Daya kecamatan Tebat Karai. Nilai
percepatan Tanah Maksimum pada wilayah Seberang Musi mencapai 0,8 g; sedangkan
pada Kepahiang kota dan Barat Daya Tebat Karai berkisar antara 0,7-0,75 g.
Sedangkan pada wilayah Bermani Ilir dan Ujan Mas berkisar antara 0,4 – 0,6 g.
Sebagai perbandingan, nilai 0,6 g jika dikonversi
maka setara dengan 588 gal. Jika mengacu pada skala intensitas BMKG (SIG) ,
kerusakannya tergolong Rusak Berat
dengan skalla V SIG. Skala milik BMKG atau SIG tersebut mengacu pada tabel
Worden (2011)
Berdasarkan pemaparan hasil riset tersebut, jelas
bahwa daerah yang paling berpotensi mengalami kerusakan akibat goncangan
gempabumi adalah kecamatan Seberang Musi, kecamatan Kepahiang, dan kecamatan
Tebat Karai. Ke tiga daerah tersebut tergolong dalam zona merah bencana
gempabumi dan paling berpotensi destruktif. Sebaliknya, daerah yang paling aman
terhadap ancaman gempabumi adalah kecamatan Muara kemumu, bagian Timur
kecamatan Merigi, bagian Utara kecamatan Bermani Ilir, dan kecamatan Kabawetan.
Eksposisi ilmiah ini sekiranya dapat menjadi acuan
dan dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),
khususnya bagi Kabupaten yang baru mekar seperti kabupaten Kepahiang. Penempatan
bangunan vital harus strategis, tidak hanya mempertimbangkan akses dan estetika
tapi yang utama adalah aspek safety;
salah satunya aman terhadap ancaman gempabumi yang senantiasa mengintai.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian, wilayah dengan nilai PGA paling
tinggi adalah pada kecamatan Seberang Musi, serta sebagian wilayah Kecamatan
Kepahiang, dan bagian kecil di sebelah Barat Daya kecamatan Tebat Karai.
Pemerintah dan para pemangku kepentingan (Stakeholders) harus memahami hal ini
dan menyadari bahaya yang mengancam. Harapan saya, hal ini bisa menjadi salah
satu dasar pertimbangan dalam menentukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan
penempatan bangunan vital sebagai aset Pemerintah Daerah.
Bagi masyarakat sekiranya dalam merencanakan atau
mendirikan bangunan harus memperhatikan beban gempa serta lokasi bangunan
sebaiknya pada daerah dengan percepatan tanah yang rendah guna meminimalisir
potensi kerusakan akibat gempabumi.
UCAPAN
TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Bapak Prof. Ir. Urip Santoso,
S.I.Kom., M.Sc,. Ph.D. yang telah mengarahkan penulis untuk menghasilkan suatu
karya tulis ilmiah dengan metode studi pustaka ini. Secara tersirat, penulis
bisa belajar banyak selama proses penulisan, khususnya tentang meramu ide dan
menyatukannya menjadi suatu sajian pustaka yang menarik untuk dibaca dan mudah
dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Baker, J. W.
2008. An Introduction to Probabilistic
Seismic Hazard Analysis (PSHA). Research Report.
2.
Faisal, A. 2007.
Estimasi Respon Tanah Sedang di Beberapa
Lokasi di Kota Medan Akibat Skenario Terburuk Gempa Sumatera. Jurnal Teknik
Sipil Vol.14 No. 1
3.
Hadi, A. I. dan
Brotopuspito, K. S. 2015. Pemetaan
Percepatan Getaran Tanah Maksimum Menggunakan Pendekatan Probabilistic Seismic
Hazard Analysis (PSHA) di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Jurnal
Berkala Fisika, Vol.18 No.3 : 101-112
4.
Irsyam, M.,
Dangkua, D.T., Hendriyawan, Hoedajanto, D., Huapea, B.M., Kertapati, E.K.,
Boen, T and Petersen, M.D., Proposed
Seimic Hazard Maps of Sumatera and Java Islands and Microzonation Study of Jakarta
City, Indonesia, J. Earth Syst. Sci., 117(S2):865-878,
2008.
5.
Irwansyah, E.
dan Winarko, E. Zonasi Daerah Bahaya
Kegempaan Dengan Pendekatan Peak Ground Acceleration (PGA). Seminar
Nasional Informatika 30 Juni 2012.
6.
Kusnama, Mangga,
S. A., and Sukarna, D. Tertiary
Stratigraphy and Tectonic Evolution of Southern Sumatera. Tectonic
Framework and Energy Resources of the Western Margin of the Pacific Basin,
November 27 – December 2, 1992 : Kuala Lumpur.
7.
Natawidjaja, D.
H. 2007. Gempabumi dan Tsunami di Sumatera
dan Upaya Untuk Mengembangkan Lingkungan Hidup Yang Aman Dari Bencana Alam.
Laporan Penelitian
8.
Petersen, M. D.,
Dewey, J. And Hartzel,S., Probabilistic
Seismic Hazard Analysis for Sumatera, Indonesia and Across the Southern
Malaysian Peninsula, Tectonophysics, 390:
141-158,2004
9.
Sieh, K. and
Natawidjaja, D., Neotectonics of the
Sumatran Fault, Indonesia, Journal of Geophysical Research, 105 (B12):
28,295-28,326, 2000.
10.
Wang, Z. Understanding Seismic Hazard and Risk
Assessments : An Example in The New Madrid Seismic Zone of The Central United
States. Proceedings of the US National Conference on Earthquake
Engineering, April 18-22,2006. San Fransisco.
Comments
Post a Comment