AMARAH YANG TERARAH
Persoalan hidup silih berganti menyita atensi, menguras energi dan merusak
ketenangan batin.
Kondisi finansial yang belum kunjung membaik; Pola kerja serta perilaku pongah (angkuh) atasan di kantor semakin memperburuk keseharian; belum lagi dinamika romansa dalam rumah tangga kecilku
Puncaknya, amarahku meledak tak terkendali di akhir Maret
31 di rumah dan di awal April kala rapat Evaluasi bulanan di kantor. Segala hal
yang menurutku SALAH BESAR dan KELIRU, memancing amarahku hingga etika dalam
berpendapat lenyap seketika; yang ada hanyalah celetukan, omelan, keluhan,
hingga caci maki sentimental tanpa ada esensi
Hari berlanjut, and then I have some days to look back
thoughtfully, to contemplate; not only to see but to observe, what I’ve done
and how I’ve dealt with my anger issue.
Anger is a common and even
healthy emotion. But it's important to deal with it in a positive way.
Amarah adalah suatu luapan emosi yang lumrah dan sehat;
jika kita tak memendamnya sebaliknya meluapkannya dengan cara yang positif.
Sayangnya, tak semua manusia bisa melakukan hal tersebut; meluapkan amarah
dengan cara yang positif.
Ada cara yang sederhana ketika kesulut amarah; terpancing
untuk bereaksi. Normalnya kita akan ‘membalas’, sebisa mungkin menyerang dan
berusaha menguasai keadaan untuk ‘menaklukan’ lawan yang memicu amarah kita.
Padahal, sebenarnya kita bisa memilih opsi bagaimana bereaksi ketika kesulut
amarah.
When your temper flares, put relaxation skills
to work. Practice deep-breathing exercises, imagine a relaxing scene, or repeat
a calming word or phrase, such as "Take it easy."
Hanya perlu skill Relaksasi sebagai upaya mengendalikan
amarah. Bisa melalui praktik bernafas deep-breathing; atau menutup mata dan
membayangkan sedang berada di tempat yang indah dan santai; atau bisa dengan
mendaraskan berulang kali : “ini perkara yang mudah dan ini akan berlalu!”
Avoid sarcasm, though — it can hurt feelings
and make things worse.
Ini adalah hal yang mungkin lumrah tapi sebenarnya sangat
penting, khususnya bagi saya pribadi. Ketika saya marah, Sarcasm dan verbal
abusive menjadi sesuatu yang wajib; malah kadang menjadi ‘senjata’ andalan saya
untuk mengekspresikan amarah dan menajtuhkan mental lawan. Ternyata selama ini
saya salah. Ketika prahara berakhir dan kembali berdamai, tidak jarang lawan
bicara saya yang sebelumnya menjadi target sarcasm saya masih merasa
tersinggung dan terpukul; perasaannya terluka akibat verbal abusive dan sarcasm
itu.
understand that some things are simply out of
your control. Try to be realistic about what you can and cannot change. Remind
yourself that anger won't fix anything and might only make it worse.
Pada akhirnya, Amarah yang terarah itu bukan perkara mudah;
apalagi bisa mengendalikan amarah dan menyelesaikan persoalan tanpa perlu
meluapkan amarah. Perlu menyadari dan memahami, beberapa hal memang berada di
luar kendali. Jadilah realistis, sadari mana yang bisa dikendalikan dan mana
yang tak bisa. Untuk hal ini, pemahaman akan mazhab filsafat STOICISM mutlak
diperlukan di sini; selain akal sehat dan nalar yang terpelihara.
SALAM
Medan, 18 April 2023
Comments
Post a Comment